RADARSEMARANG.ID – Warga Tionghoa muslim juga merayakan tahun baru Imlek. Imlek merupakan sebuah budaya, bukan ritual keagamaan. Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Jawa Tengah mengimbau agar perayaan berlangsung secara sederhana. Mengingat masih dalam situasi pandemi covid.
“Di tahun ini lebih banyak ke persembahyangan di masing-masing tempat ibadah. Kalau di semarang ada kelenteng Tay Kak Sie. Kegiatan dari kelenteng ke kelenteng, sebagai napak tilas sebagai wujud keprihatinan. Semua berdoa untuk segera hilangnya Covid-19 di tahun ini,” ungkap Ketua PITI Jateng Tio Iskandar Chang kepada Jawa Pos Radar Semarang Senin (30/1).
Iskandar mengatakan, PITI menilai perayaan tahun baru Imlek sudah merupakan bagian dari budaya. Budaya itu bisa mempersatukan untuk kebersamaan. “Jadi Imlek di tahun ini itu sebagai tonggak sejarah untuk mempersatukan teman-teman yang semua Tionghoa ini, baik dari suku apapun dia bisa bersatu. Karena Imlek ini kan peristiwa bagian dari budaya Tionghoa setahun sekali,” beber ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng ini.
Dalam kalender terdapat 12 kategori (bulan) yang semuanya itu dilambangkan oleh hewan. Sehingga dalam kondisi seperti ini, sebagian orang Tionghoa muslim menganggap itu bagian yang memberikan satu gambaran saja. “Karena itu peristiwa yang berulang kali hampir setiap tahun ada dan berganti di posisi awal. Kalau ini kan shio macan air, nanti di berikutnya bisa macan kayu, macan api atau macan tanah,’ jelasnya.
Terkait shio macan air ini, Iskandar mengatakan, ada yang meyakini bahwa banyak yang mengalami berbagai macam kesuksesan. Menurut literasi yang dibacanya, diantaranya ada orang-orang bershio tikus dan macan.
“Shio tikus ini kan katanya multitalenta. Kalau di shio macan ini kepribadiannya yang bagus, orangnya penuh semangat. Itu sebetulnya hanya merupakan perulangan dari peristiwa yang sebetulnya pernah terjadi. Jadi orang Jawa itu istilahnya belajar mongso,” ujarnya.
Terkait untuk kesuksesan dalam segi bisnis dalam shio macan air, Iskandar mengatakan orang yang di shio tikus banyak ketrampilan yang didapat. Sedangkan pemilik shio macan, orang-orangnya menunjukkan pada kewibawaan.
“Sementara di kelompok ketiga, shio kelinci itu dianggap orang yang bijaksana, kelembutan, penampilannya bagus. Di sini orang mempercayai, orang-orang bijaksana itu lebih sukses daripada yang brangasan,” katanya.
Anggota PITI tersebar di 16 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Rata-rata masing-masing wilayah mencapai 50 orang. Menurutnya, jumlah tersebut tidak banyak. Meski demikian, Iskandar mengingatkan, sekarang ini era digital. Sehingga harus menjaga tutur kata supaya tidak menyinggung dan menyakiti sesama manusia.
“Kita harus berhati hati mulutnya, dijaga betul. Supaya kalau ngomong tidak menyinggung orang lain. Itu yang harus kita jaga saat ini. Mulutmu harimaumu. Kalau sekarang orang bilang macan kamu. Harus hati hati, dan jangan mudah terprovokasi,” tegasnya. (mha/ton)