27.7 C
Magelang
Saturday, 1 April 2023

Kereng Si Kecil yang Garing dan Gurih

Oleh : Nailun Nia Millah*

Kue kereng adalah kue kering yang biasa disajikan ketika Lebaran. Kue kereng dibentuk seperti eggroll, namun memiliki diameter yang lebih besar. Dahulu makanan ini dikenal dengan nama semprong, entah mengapa warga lokal kini menyebutnya kereng. Sebenarnya tidak diketahui secara pasti alasan dinamakan kue kereng. Kemungkinan karena kue ini dibuat dengan mengambil bagian keraknya yang kering, maka diberi nama kereng.

Kue ini dibuat secara manual dan masih sangat tradisional. Bahan dasarnya cukup sederhana, hanya membutuhkan  beras ketan, parutan kelapa dan gula pasir yang ada takaran setiap pembuatannya. Dalam membuat kue kereng membutuhkan ketelatenan.

Proses pembuatannya yakni beras ketan dicuci kemudian ditiriskan, lalu beras digiling hingga halus menjadi tepung. Setelah itu, tepung ketan dicampur dengan parutan kelapa dan gula pasir yang diaduk. Kemudian adonan dipanggang menggunakan wajan yang tebal.

Cara memanggangnya dengan mengolesi minyak di wajannya. Setelah itu adonan dilebarkan dalam wajan atau istilah dalam bahasa Jawa ‘diletrekke’. Ketika melebarkan adonan sambil ditekan menggunakan ulekan yang sudah dilapisi plastik. Bagian atas yang masih basah diambil kemudian bagian bawah yang menempel pada wajan dikeruk. Penggulungan harus dilakukan dengan cepat agar adonan tidak keras. Apabila adonan telanjur keras maka akan sulit untuk digulung. Perpaduan dari parutan kelapa dan gula, menjadikan kereng memiliki rasa yang gurih dan manis.

- Advertisement -

Kue kereng ini diproduksi oleh warga Dusun Kerten, salah satu dusun yang ada di Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. Warga setempat mayoritas memproduksinya, sehingga kue kereng menjadi kue khas saat Lebaran. Warga Kerten wajib memiliki toples yang berisikan kereng. Wawancara dengan salah satu produsen kue kereng yakni Ibu Muawanah mengatakan, sebanyak 40%  warga Dusun Kerten menjadi produsen kereng. Ibu Muawanah menjual kereng buatannya hingga keluar daerah. Biasanya terdapat distributor yang mengambil kereng untuk diedarkan di sejumlah toko yang sudah menjadi langganan.

Dalam sehari Ibu Muawanah membuat kereng 3-5 kg. Jika ada pesanan untuk hajatan biasanya orang-orang membawa bahan dasar yang digunakan untuk membuat kereng dan membayar separonya. Penjualan kereng ke Pasar Grabag, Ngablak, Kaponan, Muntilan,Temanggung, bahkan hingga keluar kota. Apalagi ketika Lebaran, pesanan akan lebih banyak dan pengiriman diperluas.

Pembuatan kereng ketika mendekati Lebaran, lebih banyak lagi, hingga 10 kg sehari. Ibu Muawanah sudah 20 tahun lebih memproduksi kue kereng. Biasanya pembuatan dilakukan pagi hari mulai pukul 06.00 hingga 12.00. Namun dalam bulan puasa menjelang Lebaran pembuatan dilakukan pagi hingga sore.

Dari informasi yang didapat, kereng aman disimpan hingga 4-6 bulan. Akan tetapi bila lebih dari itu, kereng masih aman dikonsumsi karena produksi sendiri. Tidak menggunakan bahan pengawet.

Hambatan yang dilalui selama 20 tahun lebih dalam pembuatan kereng ini adalah dalam pemanggangan. Karena masih menggunakan alat tradisional dengan kayu dan kompor luweng. Api untuk memanggang menyesuaikan dengan kayu yang dimasukkan ke dalam luweng. Kayu tidak boleh terlalu besar atau masih basah, besar kecil api harus diperhatikan agar tidak merusak bahan yang digunakan untuk pembuatan kereng.

Pembuatan kereng dilakukan sangat hati-hati agar tidak merusak kepercayaan para pelanggan. Selain dalam pembuatannya yang harus hati-hati, penyimpanan kereng dalam masa timbun atau sebelum dikeluarkan untuk dijual, harus memperhatikan alas agar tetap hangat dan bersih. (bis/lis)

*)Mahasiswa Pendidikan Guru  Sekolah Dasar  FKIP Universitas Muhammadiyah Magelang

Oleh : Nailun Nia Millah*

Kue kereng adalah kue kering yang biasa disajikan ketika Lebaran. Kue kereng dibentuk seperti eggroll, namun memiliki diameter yang lebih besar. Dahulu makanan ini dikenal dengan nama semprong, entah mengapa warga lokal kini menyebutnya kereng. Sebenarnya tidak diketahui secara pasti alasan dinamakan kue kereng. Kemungkinan karena kue ini dibuat dengan mengambil bagian keraknya yang kering, maka diberi nama kereng.

Kue ini dibuat secara manual dan masih sangat tradisional. Bahan dasarnya cukup sederhana, hanya membutuhkan  beras ketan, parutan kelapa dan gula pasir yang ada takaran setiap pembuatannya. Dalam membuat kue kereng membutuhkan ketelatenan.

Proses pembuatannya yakni beras ketan dicuci kemudian ditiriskan, lalu beras digiling hingga halus menjadi tepung. Setelah itu, tepung ketan dicampur dengan parutan kelapa dan gula pasir yang diaduk. Kemudian adonan dipanggang menggunakan wajan yang tebal.

Cara memanggangnya dengan mengolesi minyak di wajannya. Setelah itu adonan dilebarkan dalam wajan atau istilah dalam bahasa Jawa ‘diletrekke’. Ketika melebarkan adonan sambil ditekan menggunakan ulekan yang sudah dilapisi plastik. Bagian atas yang masih basah diambil kemudian bagian bawah yang menempel pada wajan dikeruk. Penggulungan harus dilakukan dengan cepat agar adonan tidak keras. Apabila adonan telanjur keras maka akan sulit untuk digulung. Perpaduan dari parutan kelapa dan gula, menjadikan kereng memiliki rasa yang gurih dan manis.

Kue kereng ini diproduksi oleh warga Dusun Kerten, salah satu dusun yang ada di Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. Warga setempat mayoritas memproduksinya, sehingga kue kereng menjadi kue khas saat Lebaran. Warga Kerten wajib memiliki toples yang berisikan kereng. Wawancara dengan salah satu produsen kue kereng yakni Ibu Muawanah mengatakan, sebanyak 40%  warga Dusun Kerten menjadi produsen kereng. Ibu Muawanah menjual kereng buatannya hingga keluar daerah. Biasanya terdapat distributor yang mengambil kereng untuk diedarkan di sejumlah toko yang sudah menjadi langganan.

Dalam sehari Ibu Muawanah membuat kereng 3-5 kg. Jika ada pesanan untuk hajatan biasanya orang-orang membawa bahan dasar yang digunakan untuk membuat kereng dan membayar separonya. Penjualan kereng ke Pasar Grabag, Ngablak, Kaponan, Muntilan,Temanggung, bahkan hingga keluar kota. Apalagi ketika Lebaran, pesanan akan lebih banyak dan pengiriman diperluas.

Pembuatan kereng ketika mendekati Lebaran, lebih banyak lagi, hingga 10 kg sehari. Ibu Muawanah sudah 20 tahun lebih memproduksi kue kereng. Biasanya pembuatan dilakukan pagi hari mulai pukul 06.00 hingga 12.00. Namun dalam bulan puasa menjelang Lebaran pembuatan dilakukan pagi hingga sore.

Dari informasi yang didapat, kereng aman disimpan hingga 4-6 bulan. Akan tetapi bila lebih dari itu, kereng masih aman dikonsumsi karena produksi sendiri. Tidak menggunakan bahan pengawet.

Hambatan yang dilalui selama 20 tahun lebih dalam pembuatan kereng ini adalah dalam pemanggangan. Karena masih menggunakan alat tradisional dengan kayu dan kompor luweng. Api untuk memanggang menyesuaikan dengan kayu yang dimasukkan ke dalam luweng. Kayu tidak boleh terlalu besar atau masih basah, besar kecil api harus diperhatikan agar tidak merusak bahan yang digunakan untuk pembuatan kereng.

Pembuatan kereng dilakukan sangat hati-hati agar tidak merusak kepercayaan para pelanggan. Selain dalam pembuatannya yang harus hati-hati, penyimpanan kereng dalam masa timbun atau sebelum dikeluarkan untuk dijual, harus memperhatikan alas agar tetap hangat dan bersih. (bis/lis)

*)Mahasiswa Pendidikan Guru  Sekolah Dasar  FKIP Universitas Muhammadiyah Magelang

Artikel Terkait

POPULER

Terbaru

Enable Notifications OK No thanks